Pages

 

Rabu, 30 November 2011


Pesta Kabaret Yang Gagal

Bermula dari Kabaret. Yakni budaya dalam dinasti Amerika Serikat (AS). Tatkala Presidennya hendak turun takhta, menjadi kewajiban baginya menyuguhkan suatu atraksi (pesta) kepada bangsa-bangsa di dunia tentang keperkasaan dan hegemoni Amerika. Begitulah tradisinya. Sejak kapan hal itu berlangsung tidak ada catatan pasti lagi nyata.


Kabaret adalah persembahan Presiden siapa saja. Kecuali bila terkena impeachment atau sebab lainnya. Misalnya terbunuh di masa jabatannya seperti James Garfield, Jeff Kennedy, William Mc Kinley. Atau wafat karena sakit, contohnya William Harrison, Franklin Roosevelt, Warren Harding dan seterusnya.


Atraksi Kabaret biasanya berupa show of force militer ke negara lain dengan berbagai motif, modus atau alasan yang dicari-cari. Tak bisa dipungkiri. Richard Nixon menampilkan invasi militer ke Vietnam meski ternyata kalah perang; Ronald Reagan mengirimkan marinirnya ke Lebanon - kemudian Grenada di Karabia pun diserang; Jimmy Carter melalui operasi Eagle Claw yakni pembebasan sandera di Teheran, namun gagal karena Delta Force jatuh dihempas badai bersama helikopternya di gurun gersang; Bush senior menyuguhkan superior kedigdayaan ketika "mengusir" Saddam Hussein yang ingin merebut Kuwait secara sewenang-wenang. Lalu, apakah suguhan Bush Jr di ujung kekuasaannya?


Ketika medan perang di Iraq telah menjadi "neraka" bagi tentaranya, manakala Afghanistan masih sulit diprediksi bagi kemenangan para serdadu AS dan sekutunya, maka pilihan Kabaretnya "jatuh" di Gaza via anak emas sekaligus tuan gurunya yakni Israel Raya (KING DAVID). Sejatinya, tangis dan duka-lara rakyat Gaza adalah akhir persembahan Bush kepada dunia sebelum ia turun takhta.


27 Desember 2008 adalah awal Gaza porak-poranda. Ketika operasi militer digelar Israel disana, Palestina yang memang sengsara dihajar blokade ekonomi sejak 18 bulan sebelumnya dan juga konflik internal, maka Cast Lead-nya Zionis membuat ia semakin merana saja.


Berbekal doktrin Rabbi Yahudi, Mordachi Elyaho mengizinkan militer membunuh perempuan dan anak-anak. Maka laksana iblis pencabut nyawa, tentara Zionis membabi-buta. Katanya: Menghancurkan orang-orang Palestina yang sudah bersalah adalah tindakan syah! Demikian dogma sang Rabbi di dada para serdadunya.


Mahmoed Abbas, sang Presiden hampir "tidak pernah" bicara. Entah kenapa. Rakyat dan penduduk yang tidak mengerti apa-apa, menjadi tumbal politik negara. Kebiadaban merupakan hak dalam perang bagi Zionis via tentaranya. Hamas dengan brigade yang awal kelahirannya cuma organisasi sosial, tunggang-langgang lari ke negara tetangga.


Israel memang bandel luar biasa. Resolusi DK-PBB 1860 tidak digubris, apalagi cuma seruan koalisi negara serta negeri tetangga, mungkin dianggapnya ocehan nenek ceriwis. Tak perduli, biarpun Bolivia dan Venezuela (14/1) memutus hubungan diplomasi. Kemudian Qatar, disusul Mauritania (16/1) dan esok entah siapa lagi.


Tatkala terdapat "tentara lain" menghadang, mematahkan bahkan menyerang masuk ke dalam teritorial Israel Raya. Tokoh (Hamas) berteriak-teriak dari kejauhan saja. Fatah sembunyi entah kemana.Tak banyak orang paham tentang itu, tetapi tidak sedikit yang tahu. Dunia terpana seakan tak percaya, melihat fakta-fakta.



Lanjutan ...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar